Rabu, 07 Mei 2014

TUGAS ASPEK HUKUM

kasus Koperasi Karyawan PT Bank Central Asia “Mitra Sejahtera“

Sidang perkara dugaan korupsi dan pencucian uang Koperasi Karyawan PT Bank Central Asia Tbk Mitra Sejahtera (Kopkar BCA Mitra Sejahtera) sebesar Rp 11,7 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (22/11/2012), setelah tertunda tiga kali.
KALI ini sidang menghadirkan tiga orang saksi untuk didengar keterangannya. Mereka adalah Ketua koperasi periode 2010-2013 Gajat Prijohartono, Wakil Ketua koperasi Christianus Edo, dan Staff Keuangan koperasi Tri Handaningsih.

Di persidangan, Gajat mengakui mencium indikasi salah kelola keuangan yang dilakukan para pengurus koperasi periode sebelumnya saat menjabat sebagai pengawas koperasi pada periode 2005-2007 dan 2008-2010.  Namun, dirinya tidak dapat melakukan tindakan apapun lantaran para pengurus terkesan tidak kooperatif dalam melaporkan aliran dana koperasi.

Saat diberi kepercayaan sebagai Ketua Koperasi Mitra Sejahtera periode 2010-2013, Gajat baru sadar buruknya kinerja keuangan koperasi melalui laporan anggota. Padahal dalam laporan pertanggungjawaban pengurus sebelumnya, keuangan koperasi tampak baik-baik saja.

Kuasa Hukum Endang Maharta, terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang Koperasi Mitra Sejahtera, yaitu Army Mulyanto mengaku heran dengan keterangan saksi. Menurutnya, pengurus bekerjasama dengan pengawas dan penasehat dalam menjalankan koperasi. Hal itu tercantum dalam buku saku organisasi koperasi.

“Pengawas memiliki kewenangan dalam melakukan kontrol terhadap pencairan dana koperasi, terutama yang bernilai besar,” katanya sambil menambahkan, Direksi BCA yang dalam struktur organisasi sebagai penasehat atau Pembina sejatinya juga paham terhadap aliran dana keluar yang bernilai kakap.
Untuk diketahui, terdakwa dalam sidang perkara dugaan korupsi dan pencucian uang Koperasi Mitra Sejahtera adalah Endang Maharta dan Dandi Wijaya, mantan pengurus inti koperasi selama dua periode yaitu pada 2005 – 2007 serta 2008 – 2010.

Keduanya diduga melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang dan dijerat Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 374 KUHP Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Dari data yang diterima Monitor Indonesia terungkap adanya pemberian pinjaman dana koperasi senilai Rp 2,8 miliar kepada politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Redi Priambada Sukamad. Kas koperasi juga ternyata dipakai untuk membiayai entertaintment (hiburan) sebesar Rp 930 juta, serta membiayai pijat dan spa  senilai Rp 200 juta.

Untuk kasus yang sama, Mabes Polri telah menggelar sidang dengan terdakwa Alif Ferdinal dan John Marihot Pangabean. Alif adalah mantan Ketua Pengawas koperasi periode 2008-2010 yang menerima dana sebesar Rp 214,8 juta, sedangkan John mantan sekretaris koprerasi periode yang sama yang menerima Rp 10 juta.

sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya terjatuh juga. Tampaknya, pepatah itu pas untuk menggambarkan berakhirnya nasib petualangan Endang Maharta dan Dandi Wijaya mantan pengurus inti Koperasi Mitra Sejahtera (KMS). Koperasi karyawan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk., dibobol Endang dan Dandi hingga mencapai Rp11,7 miliar.

Karena perbuatannya, kedua mantan pengurus koperasi tersebut kini harus menduduki kursi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Hingga Senin pekan ini, kedua pesakitan yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, sudah empat kali menghadapi persidangan.

Petualangan Endang yang masih berstatus karyawan BCA dan Dandi mantan kepala bagian keuangan koperasi, seperti terungkap dalam dakwaan jaksa yang diketuai Emilwan Ridwan, berlangsung pada kurun waktu 2005–2007 serta 2008–2010. Saat itu, Endang menjabat sebagai ketua koperasi selama dua periode berturut-turut.

Perbuatan kedua pengurus itu, seperti dikemukakan dalam dakwaan jaksa, awalnya diketahui ketika kinerja keuangan koperasi dinilai buruk oleh anggotanya. Bahkan, Wakil Ketua Koperasi Mitra Sejahtera (periode 2011–2013), yaitu Christianus Edo, menilai telah terjadi salah kelola oleh ketua koperasi periode sebelumnya.

Salah kelola yang dimaksud Christianus, yaitu terdakwa memakai uang modal koperasi untuk kepentingan pribadi dari 20 orang pengurusnya, serta empat perusahaan yang diduga milik pengurus koperasi tersebut, tanpa sepengetahuan anggota. Modal koperasi yang menjadi bancakan di bawah kepengurusan Endang itu, nilainya mencapai Rp11,7 miliar. Sementara, Endang sendiri menikmati Rp5,1 miliar, sedangkan Dandi yang mengeluarkan uang tersebut, menikmati untuk kepentingan pribadinya sekitar Rp1 miliar.
Tanpa ampun, Christianus pun melaporkan Endang dan Dandi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya.

Modus yang dilakukan duet itu, menurut jaksa Emilwan Ridwan, terdakwa dan beberapa pengurus koperasi mengajukan kas bon (pinjaman), dengan menggunakan modal koperasi yang dikeluarkan oleh Dandi. “Pencairan dikeluarkan oleh Dandi selaku Kepala Bidang Keuangan Koperasi Mitra Sejahtera itu, dengan persetujuan pengurus koperasi bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi,” tutur Emilwan.

Dalam dakwaan jaksa, disebutkan, uang yang masuk ke kocek Endang sendiri, antara lain, digunakan untuk membeli satu unit mobil merek Hyundai Getz tahun 2005, satu unit mobil merek Honda Jazz tahun 2005, dan biaya pernikahan terdakwa.

Karena itulah, dalam dakwaannya, jaksa menjerat kedua terdakwa itu dengan tuduhan melakukan penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan, seperti yang diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 374 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pelanggaran terhadap kedua pasal itu, ancaman hukumannya 4 tahun penjara.

Selain itu, kedua terdakwa tersebut, juga didakwa melanggar Pasal 3 UU No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pelanggaran terhadap UU Pencucian Uang itu, ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.

Sementara itu, kuasa hukum Endang, yaitu Army Mulyanto membantah tudingan jaksa. Menurutnya, tidak benar kliennya melakukan tindak penggelapan aset. Ia mengungkapkan, pihaknya punya bukti bahwa apa yang dilakukan oleh kliennya sejatinya adalah bentuk pinjaman murni. “Bukti tersebut berupa surat pengakuan utang.  Bahkan, ada surat untuk melunasi pinjaman senilai Rp5 miliar,” katanya.

Lebih dari itu, papar Army, berdasarkan buku saku organisasi koperasi, pengurus tidak bisa sendirian menjalankan koperasi. Koperasi juga memiliki pengawas dan penasehat atau pembina, yang dalam hal ini diperankan oleh Direksi BCA. Singkat kata, ia berpendapat, pengurus pun punya andil dalam kasus ini.

Mengalir ke Tokoh Partai
Kok bisa begitu? Gampang saja. Menurut Army, tidak mungkin penasihat dan pembina tidak paham dengan pencairan dana koperasi yang nilainya besar. “Pengawas punya kewenangan untuk melakukan kontrol, tapi dalam konteks kasus ini, mereka tidak menjalankan fungsi kontrol tersebut,” lanjutnya.

Kendati demikian, Army mengatakan, kliennya memiliki bukti bahwa penggunaan uang koperasi itu dapat dipertanggungjawabkan. “Hal ini diketahui sepenuhnya serta disetujui oleh pengurus koperasi yang baru, dalam bentuk surat persetujuan pengakuan utang,” ujarnya.

Data aliran dana yang terdapat dalam surat dakwaan, memang menggambarkan betapa kasus ini melibatkan banyak pihak. Karena itu, Army menolak, jika hanya kliennya yang dikorbankan. “Tidak ada bentuk tujuan dari klien kami untuk merampok uang anggota koperasi. Justru klien kami adalah pihak yang dikorbankan sehingga permasalahan menjadi meluas dan melebar,” terangnya.

Yang menarik dari data aliran dana koperasi tersebut adalah adanya dana senilai Rp2,8 miliar yang ditujukan kepada seorang tokoh sebuah partai, beserta beberapa pengurus
partai itu.
Tampaknya, perkara ini memang tak cukup hanya sampai pada kedua terdakwa tersebut. Pasalnya, dana haram koperasi itu mengucur ke beberapa pihak yang tidak jelas pertanggungjawabannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar