kasus Koperasi Karyawan PT Bank
Central Asia “Mitra Sejahtera“
Sidang
perkara dugaan korupsi dan pencucian uang Koperasi Karyawan PT Bank Central
Asia Tbk Mitra Sejahtera (Kopkar BCA Mitra Sejahtera) sebesar Rp 11,7 miliar
kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (22/11/2012), setelah
tertunda tiga kali.
KALI ini
sidang menghadirkan tiga orang saksi untuk didengar keterangannya. Mereka
adalah Ketua koperasi periode 2010-2013 Gajat Prijohartono, Wakil Ketua
koperasi Christianus Edo, dan Staff Keuangan koperasi Tri Handaningsih.
Di
persidangan, Gajat mengakui mencium indikasi salah kelola keuangan yang
dilakukan para pengurus koperasi periode sebelumnya saat menjabat sebagai
pengawas koperasi pada periode 2005-2007 dan 2008-2010. Namun, dirinya
tidak dapat melakukan tindakan apapun lantaran para pengurus terkesan tidak
kooperatif dalam melaporkan aliran dana koperasi.
Saat diberi
kepercayaan sebagai Ketua Koperasi Mitra Sejahtera periode 2010-2013, Gajat
baru sadar buruknya kinerja keuangan koperasi melalui laporan anggota. Padahal
dalam laporan pertanggungjawaban pengurus sebelumnya, keuangan koperasi tampak
baik-baik saja.
Kuasa Hukum
Endang Maharta, terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang Koperasi
Mitra Sejahtera, yaitu Army Mulyanto mengaku heran dengan keterangan saksi.
Menurutnya, pengurus bekerjasama dengan pengawas dan penasehat dalam
menjalankan koperasi. Hal itu tercantum dalam buku saku organisasi koperasi.
“Pengawas
memiliki kewenangan dalam melakukan kontrol terhadap pencairan dana koperasi,
terutama yang bernilai besar,” katanya sambil menambahkan, Direksi BCA yang
dalam struktur organisasi sebagai penasehat atau Pembina sejatinya juga paham
terhadap aliran dana keluar yang bernilai kakap.
Untuk
diketahui, terdakwa dalam sidang perkara dugaan korupsi dan pencucian uang
Koperasi Mitra Sejahtera adalah Endang Maharta dan Dandi Wijaya, mantan
pengurus inti koperasi selama dua periode yaitu pada 2005 – 2007 serta 2008 –
2010.
Keduanya
diduga melakukan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang dan dijerat Pasal
372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 374 KUHP Pasal 55
ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dari data
yang diterima Monitor Indonesia terungkap adanya pemberian pinjaman dana
koperasi senilai Rp 2,8 miliar kepada politisi Partai Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Redi Priambada Sukamad. Kas koperasi juga ternyata dipakai untuk
membiayai entertaintment (hiburan) sebesar Rp 930 juta, serta membiayai pijat
dan spa senilai Rp 200 juta.
Untuk kasus
yang sama, Mabes Polri telah menggelar sidang dengan terdakwa Alif Ferdinal dan
John Marihot Pangabean. Alif adalah mantan Ketua Pengawas koperasi periode
2008-2010 yang menerima dana sebesar Rp 214,8 juta, sedangkan John mantan
sekretaris koprerasi periode yang sama yang menerima Rp 10 juta.
sepandai-pandai
tupai melompat, akhirnya terjatuh juga. Tampaknya, pepatah itu pas untuk
menggambarkan berakhirnya nasib petualangan Endang Maharta dan Dandi Wijaya
mantan pengurus inti Koperasi Mitra Sejahtera (KMS). Koperasi karyawan PT Bank
Central Asia (BCA) Tbk., dibobol Endang dan Dandi hingga mencapai Rp11,7
miliar.
Karena perbuatannya, kedua mantan pengurus koperasi tersebut kini harus menduduki kursi terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Hingga Senin pekan ini, kedua pesakitan yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, sudah empat kali menghadapi persidangan.
Petualangan
Endang yang masih berstatus karyawan BCA dan Dandi mantan kepala bagian
keuangan koperasi, seperti terungkap dalam dakwaan jaksa yang diketuai Emilwan
Ridwan, berlangsung pada kurun waktu 2005–2007 serta 2008–2010. Saat itu,
Endang menjabat sebagai ketua koperasi selama dua periode berturut-turut.
Perbuatan
kedua pengurus itu, seperti dikemukakan dalam dakwaan jaksa, awalnya diketahui
ketika kinerja keuangan koperasi dinilai buruk oleh anggotanya. Bahkan, Wakil
Ketua Koperasi Mitra Sejahtera (periode 2011–2013), yaitu Christianus Edo,
menilai telah terjadi salah kelola oleh ketua koperasi periode sebelumnya.
Salah kelola
yang dimaksud Christianus, yaitu terdakwa memakai uang modal koperasi untuk
kepentingan pribadi dari 20 orang pengurusnya, serta empat perusahaan yang
diduga milik pengurus koperasi tersebut, tanpa sepengetahuan anggota. Modal
koperasi yang menjadi bancakan di bawah kepengurusan Endang itu, nilainya
mencapai Rp11,7 miliar. Sementara, Endang sendiri menikmati Rp5,1 miliar,
sedangkan Dandi yang mengeluarkan uang tersebut, menikmati untuk kepentingan
pribadinya sekitar Rp1 miliar.
Tanpa ampun,
Christianus pun melaporkan Endang dan Dandi ke Direktorat Reserse Kriminal
Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya.
Modus yang dilakukan duet itu, menurut jaksa Emilwan Ridwan, terdakwa dan beberapa pengurus koperasi mengajukan kas bon (pinjaman), dengan menggunakan modal koperasi yang dikeluarkan oleh Dandi. “Pencairan dikeluarkan oleh Dandi selaku Kepala Bidang Keuangan Koperasi Mitra Sejahtera itu, dengan persetujuan pengurus koperasi bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi,” tutur Emilwan.
Dalam dakwaan jaksa, disebutkan, uang yang masuk ke kocek Endang sendiri, antara lain, digunakan untuk membeli satu unit mobil merek Hyundai Getz tahun 2005, satu unit mobil merek Honda Jazz tahun 2005, dan biaya pernikahan terdakwa.
Modus yang dilakukan duet itu, menurut jaksa Emilwan Ridwan, terdakwa dan beberapa pengurus koperasi mengajukan kas bon (pinjaman), dengan menggunakan modal koperasi yang dikeluarkan oleh Dandi. “Pencairan dikeluarkan oleh Dandi selaku Kepala Bidang Keuangan Koperasi Mitra Sejahtera itu, dengan persetujuan pengurus koperasi bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi,” tutur Emilwan.
Dalam dakwaan jaksa, disebutkan, uang yang masuk ke kocek Endang sendiri, antara lain, digunakan untuk membeli satu unit mobil merek Hyundai Getz tahun 2005, satu unit mobil merek Honda Jazz tahun 2005, dan biaya pernikahan terdakwa.
Karena
itulah, dalam dakwaannya, jaksa menjerat kedua terdakwa itu dengan tuduhan
melakukan penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan, seperti yang diatur
dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 374 KUHP
jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pelanggaran terhadap kedua pasal itu, ancaman
hukumannya 4 tahun penjara.
Selain itu,
kedua terdakwa tersebut, juga didakwa melanggar Pasal 3 UU No.25 Tahun
2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pelanggaran terhadap UU Pencucian
Uang itu, ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Sementara
itu, kuasa hukum Endang, yaitu Army Mulyanto membantah tudingan jaksa.
Menurutnya, tidak benar kliennya melakukan tindak penggelapan aset. Ia
mengungkapkan, pihaknya punya bukti bahwa apa yang dilakukan oleh kliennya
sejatinya adalah bentuk pinjaman murni. “Bukti tersebut berupa surat pengakuan
utang. Bahkan, ada surat untuk melunasi pinjaman senilai Rp5 miliar,” katanya.
Lebih dari
itu, papar Army, berdasarkan buku saku organisasi koperasi, pengurus tidak bisa
sendirian menjalankan koperasi. Koperasi juga memiliki pengawas dan penasehat
atau pembina, yang dalam hal ini diperankan oleh Direksi BCA. Singkat
kata, ia berpendapat, pengurus pun punya andil dalam kasus ini.
Mengalir ke
Tokoh Partai
Kok bisa
begitu? Gampang saja. Menurut Army, tidak mungkin penasihat dan pembina tidak
paham dengan pencairan dana koperasi yang nilainya besar. “Pengawas punya
kewenangan untuk melakukan kontrol, tapi dalam konteks kasus ini, mereka tidak
menjalankan fungsi kontrol tersebut,” lanjutnya.
Kendati
demikian, Army mengatakan, kliennya memiliki bukti bahwa penggunaan uang
koperasi itu dapat dipertanggungjawabkan. “Hal ini diketahui sepenuhnya serta
disetujui oleh pengurus koperasi yang baru, dalam bentuk surat persetujuan
pengakuan utang,” ujarnya.
Data aliran
dana yang terdapat dalam surat dakwaan, memang menggambarkan betapa kasus ini
melibatkan banyak pihak. Karena itu, Army menolak, jika hanya kliennya yang
dikorbankan. “Tidak ada bentuk tujuan dari klien kami untuk merampok uang
anggota koperasi. Justru klien kami adalah pihak yang dikorbankan sehingga
permasalahan menjadi meluas dan melebar,” terangnya.
Yang menarik
dari data aliran dana koperasi tersebut adalah adanya dana senilai Rp2,8 miliar
yang ditujukan kepada seorang tokoh sebuah partai, beserta beberapa pengurus
partai itu.
Tampaknya, perkara ini memang tak cukup hanya sampai pada kedua terdakwa tersebut. Pasalnya, dana haram koperasi itu mengucur ke beberapa pihak yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Tampaknya, perkara ini memang tak cukup hanya sampai pada kedua terdakwa tersebut. Pasalnya, dana haram koperasi itu mengucur ke beberapa pihak yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
Sumber : http://vkrmam.wordpress.com/2013/01/21/kasus-koperasi-karyawan-pt-bank-central-asia-mitra-sejahtera/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar