Makin kaburnya batas-batas negara (borderless) dan semakin menyatunya dunia, menjadikan saling
ketergantungan antarnegara. Keadaan inilah yang disebut denganglobalisasi.
Globalisasi menjadikan masa depan dipenuhi dengan ketidakpastian sehingga
membuat masa depan sulit diprediksi. Tren utama globalisasi dan aspek srtategis
lainnya yang berlangsung pada awal abad 21 masih berkisar pada demokrasi, individualisme, HAM,
lingkungan hidup, revolusi bidang informasi, liberalisasi perdagangan dan
pergeseran perimbangan kekuatan dunia. Di satu sisi, lingkungan strategis
tersebut membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia, sehingga
menjadikannya sebagai peluang. Sedangkan di sisi lain, ada pula dampak
negatifnya, sehingga menjadikannya sebuah tantangan bagi pemerintah. Tiap
negara, termasuk Indonesia, harus memiliki ketahanan dalam menghadapi setiap
perubahan. Karena suatu bangsa yang memiliki tingkat ketahanan nasional yang
tinggi makin tinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi
tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia.
Berkembangnya zaman menyebabkan masalah mengenai Hak
Asasi Manusia semakin kompleks. Karena itulah sangat penting untuk mengetahui
lebih jelas lagi mengenai Hak Asasi Manusia demi meningkatkan wawasan nusantara
kita.
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah
hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah tuhan yang
dibawa sejak lahir. Ini berarti
bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat
dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat
dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu
terjadi manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai
kemanusiaan.
Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hasil amandemen UUD 1945 memberikan suatu titik
terang bahwa Indonesia semakin
memperhatikan dan menjunjung nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama
ini kurang diperhatikan oleh pemerintah. Amandemen kedua bahkan telah
menghasilkan satu bab khusus mengenai Hak Asasi Manusia yaitu pada Bab XA.
Walau demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat
dilaksanakan secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain.
Memperjuangkan hak sendiri sampai-sampai mengabaikan hak orang lain, ini
merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak
asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain.
Kebebasan Berpendapat
Dalam konteks suatu negara, rakyat menduduki posisi
penting. Posisi ini setidak-tidaknya didasarkan pada asumsi bahwa tanpa rakyat
suatu negara tidak dapat menjamin kelangsungan hidupnya secara damai dan
dinamis. Jika suatu negara ingin menjamin kelangsungan hidupnya secara damai
dan dinamis, negara tersebut harus membuat rakyatnya betah tinggal di dalamnya.
Sebagai konsekuensinya, rakyat diberikan ruang publik yang memadai agar mampu
mengekspresikan dirinya.
Dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 diterangkan
mengenai kebebasan dalam mengemukakan pikiran, yaitu:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun”.
Bebas menyampaikan pendapat di muka umum juga
merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3)
UUD 1945, yaitu:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pada rezim Soeharto, ruang publik rakyat untuk turut
serta mempengaruhi kebijakanpolitik sangat dibatasi. Rakyat menginginkan
ruang politik yang lebih luas lagi bagi dirinya karena mereka sadar bahwa
dirinya merupakan sumber eksistensi negaranya. Namun, itu tidak mereka dapatkan
pada saat Soeharto memerintah. Kebebasan rakyat dalam berpendapat sangat
dikekang. Hal ini tentu saja merupakan pelanggaran HAM dan tidak sesuai dengan
isi UUD 1945 Bab XA yang membahas mengenai Hak Asasi Manusia.
Sejak reformasi bergulir, yaitu tahun 1998, perilaku politik berubah total tatkala
Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden, 21 Mei 1998. pers nasionalseolah-olah
bangkit dari keterpurukannya dan pintu kebebasan pers pun seakan terbuka lebar.
Ini ditandai dengan diberlakukannya UU No. 40 Tahun 1999. Kreatifitas yang pada
rezim Orde Baru begitu dikekang, kini bisa dengan bebas mewarnai dunia pers
Indonesia. Selain itu, sistem sosial politik berubah. Rakyat yang sebelumnya sangat
terbelenggu, menjadi bebas bahkan terkesan liar. Ibarat kuda lepas dari
kandangnya. Tingkat partisipasi rakyat mencapai titik kulminasi tertinggi pada
era ini. Orang-orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum dengan
mengatasnamakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem komunikasi yang
pada era ini merupakan sistem komunikasi terbuka sehingga sesuai harapan ideal masyarakat.
Setelah ini, justru ibarat “kuda lepas dari kandang”. Media massa
harus diberikan ruang bebas yang cukup agar bisa mengalokasikan kepentingan
masyarakat dan pemerintah secara baik. Namun apakah sesuai dengan sistem
komunikasi yang dianut Indonesia, yaitu sistem komunikasi bebas bertanggung
jawab dan sesuai dengan hak-hak asasi manusia? Jawabannya jelas tidak.
Setiap orang berhak mengemukakan pendapatnya, karena
negara kita merupakan negara yang demokratis dan karena itu merupakan hak
setiap manusia yang telah diatur dalam UUD 1945 maupun dalam Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui dan diumumkan oleh
Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 10 Desember 1948. Namun pada praktiknya tetap
harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah disampaikan. Harus disesuaikan
dengan batasan-batasan yang telah diberikan negara Indonesia baik menurut
Pancasila, UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM maupun UU Pokok Pers
Nomor 40 Tahun 1999. Semuanya harus sinkron.
Pada nyatanya, kini proses penegakan HAM di
Indonesia masih dihadapi oleh berbagai kendala. Namun, proses demokratisasi
yang terjadi setelah tumbangnya kekuasaan Orde Baru telah memberi harapan yang
besar bagi kita agar pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
dapat ditegakkan. Beberapa kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
menunjukkan perlunya pemahaman Hak Asasi Manusia tidak sebatas karena hak itu
dimiliki oleh semua manusia, namun juga pelayanan terhadap hak itu perlu
dilakukan oleh semua manusia. Kita dapat mencermati bahwa dalam lingkungan sosial kita
terdapat beberapa hambatan yang bersifat structural. Walau demikian
hambatan tersebut sepatutnya tidak membuat semangat kita untuk menegakkan hak
asasi manusia menjadi surut.
Dari faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam
penegakkan hak asasi manusia tersebut, mari kita upayakan sedikit demi sedikit untuk
dikurangi (eliminasi), demi terwujudnya hak asasi manusia yang baik, mulailah
dari diri kita sendiri untuk belajar menghormati hak-hak orang lain. Kita harus
terus berupaya untuk menyuarakan tetap tegaknya hak asasi manusia, agar harkat
dan martabat yang ada pada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
tetap terpelihara dalam sebaik-baiknya.